Saturday, June 17, 2017

MAKNA SUGIAN


MAKNA SUGIAN

 Pengertian Hari Suci Sugian
            Hari sucian sugian adalah merupakan hari persiapan sebelum menyambut hari suci Galungan, dan hari suci sugian memilki lagi tahapan-tahapan. Hari sugian mengandung makna  penyucian, makna ini dapat disimak  melalui kosa kata, “sugi”, yaitu: kata sugian berasal dari kata, “sugi”, dan “ya”. Kata sugi dapat diartikan, “Gelang, bersih, Suci”. Sedangkan suku kata “ya”, artinya,  “ada, diadakan”, ( kamus jawa kuna-indonesia) mendapat akhiran “an”, menjadilah bahasa bali kepara, dan menjadi kata sugian, yang artinya, “ Dibuat supaya suci atau disucikan”.
Hari suci sugian memiliki tahapan sebagai berikut:
 Pengertian  Hari  Suci Sugian Tenten
               Hari suci sugian tenten jatuh hari “ Rabu-Pon Waktu Sunggang”, dan kata tenten dimaksudkan adalah “Enten”, (ngentenin, Bhs.Bali), atau mengingatkan kepada Umat Hindu bahwa, hari suci Galungan  akan segerah tiba, kewajiban apa yang harus dipersiapan dan dilaksanakan oleh segenap Umat Hindu. Oleh karena itu pada hari sugian tenten tersebut, semua lapisan  masyarakat hindu  melaksanakan pembersihan secara komprehensip seperti: Membersikan bangunan-bangunan suci, peralatan Upacara,Wastra-wastra pelinggi, dan lain-lainnya.
 Pengertian Hari Sugian Jawa
                Keesokan harinya jauh pada hari, Kamis-Wage-Waktu Sungsang, disebut hari Sugian jawa. Mengenai makna yang terkandung di dalam  pelaksanaan upacara Sugian jawa, dapat  penulis ungkapkan sebagai berikut:
Kata sugian berarti, Penyucian sedangkan kata jawa, berasal  dari namanya  semula yaitu: “Jambu Dwipa”, ( pustaka usan jawa) yang mengandung arti” alam semesta”.
Dengan demikian, pada hari  Suci Sugian jawa, segenap umat Hindu  melaksanakan  upacara  penyucian  terhadap alam semesta, tetapi untuk dibali  mempergunakan  simbol alam semesta  adalah  lingkungan  pemerajan, maka pada hari Sugian  jawa umat Hindu melaksanakan upacara, “mererebu”. Didalam “ lontar Sundharigama, Lamp. 17”, Mengungkapkan sebagai berikut:
 “Ring Rahina Weraspati Wage Wukunia Sungsang, Ngaran Sugi Jawa, Kajari Loke  Meharan Jambu Dwipa Ngaran, Bhuwana, Wenang Amelaku Pretista, Yate Pretistan Bethara Kabeh, Areredoni  Ring Sanggar  Muang Parihyangan,  Meharan Parerebuan, kaduluri  Pangeresikan  Bethara,  Saha  Puspa Wangi, Kunang Wang Weruhing Tattwa Jnana, Apasang Yoga, Sang Wiku  Angagem Puja,  Pan Bethara Tumurun Maring  Madiapada, Amuktya Banten, Anerus Tekeng Galungan, Pakertining Wang, Sesayut Muang Tutuan, Marupa  Sudhamalung, Sawung Petak, Beliwis  Petak, Silih Sinunggal Wenang, Pangarcana Suka-Sukan Arania”.
            Dari isi petikan  lontar  Sundharigama tersebut, sudah jelas telah memberikan tuntunan serta  pengertian tentang upacara hari Suci Sugian Jawa kepada umat Hindu. Tetapi dilaksanakan umat Hindu di masyarakat luas, sering menjadi pertanyaan, karena masih berpengaruhnya sistem  gugontuwon bahwa, bagi yang berasal dari bali mula, melaksanakan upacaranya pada hari sugian Bali, sedangkan yang tadinya berasal dari Jawa ( Majapahit) melaksanakan upacara  pada hari Sugian  Jawa.
            Demikian juga mengenai pelengkap daging dalam upakara Sugian, diantara umat Hindu ada yang berpikiran  bahwa, pada hari ppererebuan harus menghaturkan tiga macam guling yaitu, guling babi, guling itik putih, dan guling ayam putih. Sesunggunya menurut petunjuk sastra  Agama tidak demikian adanya, tetapi sebenarnya pelaksanaan  upacara pererebuan terswebut dilaksanakan pada hari suci sugian Jawa karena, pada hari itu merupakan  hari penyucian  Bhuwana Agung, tidak di bolekan oleh Sastra Agama melaksanakan upacara merebu pada hari Sugian Bali. Karena maksud dari kata “merebu”, adalah “Ngeseng, ( membakar), atau “nyomia” (melebur), sedangkan kalau melaksanakan  pererebuan pada hari Sugian Bali, dikatakan  “Angerebu Dewek”, (membakar diri). Demikian juga mengenai  aturan guling, didalam sastra Agama tidak ada kecap sastra “harus” namun yang dikatakan adalah semampunya ( suku sukan harania), karena guling tersebut adalah  merupakan simbul dari kekuatan “Tri Guna”, yaitu Sattwam Rajas, dan Tamas , demikian juga memiliki makna  sebagai bahasa isyarat kehadapan  dang hyang widhi,  bahwa guling babi sebagai simbul  kekuatan Tamas, bermakna untuk memohon kemandian, guling  itik sebagai simbul kekuatan  Sattwam,  bermakna untuk memohon kedharman, kesucian, sedangkan guling ayam sebagai simbul kekuatan Rajah, bermakna untuk memohon kesidhian kehadapan sang hyang widhi.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan  agar jangan hal itu dipertentangkan, dalam arti salah satu guling  apa saja boleh dihaturkan  menurut kemampuan masing-masing  umat, namun  pada pelaksanaanya harus didasarkan oleh ketulus iklasan  hati sanubari.
Tata Cara Pelaksanaanya:
Upakaranya ( dalam kwantitas utama)
·          Munggah di Kemulan
-          Pejati lengkap asoroh
-          Banten  suci alit asoroh
-          Banten danan, penyeneng, pesucian. 
·          Upakara Ayaban
-          Banten ayaban  tumpeng 21 bungkul
-          Rayunan meulam  guling babi
-          Rayuna meulam  guling itik putih
-          Rayuna meulam  guling  ayam putih
-          Prayascita, bayekawonan
·         Upakara  Pengerebuan
-          Peras  tulung  sayut  dengan nasi untek 5 bungkul  di  alas dengan sebuah ceper, lengkap dengan raka-raka, porosan, mempergunakan sampian pusung, diatas tetandingan  tadi di tumpuk dengan olahan ayam  brumbun  rateng (mateng)  lengkap tetandingan  ulam ini di isi  sebuah canang sari, kemudian diikat menjadi satu ( pesel dadiang  besik). Mengenai banyaknya  membuat tergantung  dari banyaknya bangunan  suci dan bangunan rumah, sampai kepintu  gerbang.
Upakara dalam Kwantitas Madya
-          Pejati asoroh
-          Suci alit asoroh
-          Canang pesucian
·         Upakara Ayabannya
-          Banten  ayaban  tumpeng 7 bungkul
-          Rayunan meulam  guling  itik  putih
-          Rayunan meulam  guling  ayam putih
·         Upakara  pengerebunannya  sama seperti  diatas.
·         Banten  prayascita  banyekawonan
        Upakara dalam Kwantitas  kanista.
·         Munggah di Kemulan
-          Pejati  lengkap  asoroh, penyeneng
-          Canang  pesucian
·         Upakara ayabannya
-          Banten ayaban tumpeng 5 bungkul
-          Rayunan meulam  guling itik putih atau ulam guling ayam putih.
-           Banten prayacista, bayekkawonan
·         Upacara  pengerebuan
-          Banten  pengerebuannya  sama  seperti diatas.
Tata Cara Pelaksanaannya
Mengenai  tata   cara pelaksanaanya sama seperti  pelaksanaan hari Suci yang  lain hanya  Dewa  yang diastawa  saja yang berbeda. Pada  pelaksanaan  upacara ini yang diastawa adalah sebagai berikut:
-          Pengastawa  kehadapan  Sang Hyang  Siwa  Raditya
-          Pengastawa  Kehadapan Hyang  guru
-          Pengastawa kehadapan sang Hyang Tri murti



Sesonteng :
      Nastuti pukulun Bethara sang Hyang Siwa Raditya, Sang Hyang Wulanl Lintang Tranggana, mekadi Sang Hyang Trio Dasa Saksi, Bethara Hyang Guru, Mua Bethara Sang Hyang Tri Purusa, Saksinin pangubhaktin pinakemulun, anga turaken tada saji pawitra saprekaranin daksina, aruntutana saji pererebuan, asung kerta anungeraha paduka bethara, menugeraha tirtha pengnglukatan pebersihan, amelukat sarwa mala papa petaka. Sebel kandel maring bhuwana muah parihyangan kabeh metemahan sudha nirmala yenamah suaha. Ong Sriyambawantu, Purnam Bhawantu, Sukham a bhawantu, Ong Hrang  Hring Syah Parama Siwa Ditya yenama suaha.

   Setelah selesai mengucapkan mantra pengastawa, selanjutnya menghaturkan kesucian, dengan memercikan tirtha bayekawonan, tirtha prayasita dan ayabayan penyeneng kepelinggi kemulan, setelah itu ketempat bangunan suci lainya, kebangunan rumah, dan kepintu gerbang (lebuh).
    Setelah pelaksanaan penyucian selesai, dilanjutkan dengan menghaturkan ayaban, dengan mengucapkan mantra yang sama seperti didepan.
   Kemudian sang pengantep, menghaturkan upakara pererebuana dengan mengucapkan mantra sebagai berikut.

      Mang, Ung, Ang, Wem Ong, Padma Sana Yenamah Sa, Ba, Ta,  A, I, Sarwa Bhuta YenamahSwadha Ndah T Kita sang Bhuta bucari, Sang Kala bucari, Muah Sang Durga Bhucari, Mari Sira Mona, Ajakan Kala Wadwan Sira Kabeh, ingsun Paweh Sira Tadah Saji sanggraha, sega Untek, Maiwak Ayam Brumbun Ingolah Rikan Cana, Iki Tadah Sajinira, Sama Suka Sama Lolia Sira Pilih Kabelanira Suang-suang, Wus Sira Anadah Saji Ingsung Aminta Kesidhin Ta, Aja Sira kari Angadakaken Drewala-drewali, Lara Loga Kegeringan, Sebel Kandel Ring Bhuwana Agung Muah Bhuawana Alit, Angadakaken Sira Urip Waras Dirga Yusa Jagate, NgerarisSira Amukti Sari, Sumurup Sira Menadi Dewa-Dewi, Pemantuk Sira Ring Dangkahyangan Suang-suang, Pasang Sarga Sira Ring Bethara Siwa, Ong Ing Namah.

            Setelah itu dilanjutkan mengucapkan mantra pabuktyan bhuta yaitu:
Ong, Bhuktyantu Durga katara Bhuktiantu Kala Mewaca Bhukyantu Sarwa Bhutanam Ang, Ah, Amertha Bhuta Yenamah Swada. Ang, Ung, Mang, Siwa Mertha yenamah Swaha.

            Sesudah selesai mengucapkan mantra pabuktyannya dilanjutkan dengan mengucapkan mantra penyomia, atau pemerelina bhuta, yaitu:

            A, Ta, Sa, Ba, I, sarwa Bhuta, Kala Durga Murswah Wesat, Ah......Ang.

            Sesudah itu melaksanakan bersembahyangan, dilanjutkan metirha dan memakai biji. ( sebelumnya memercikkan tirtha bayekawonan dan prayascita pada diri sendiri).
            Setelah semuah kegiatan nganteb selesai, maka dilanjutkan dengan meletakkan banten pererebuan tadih dihadapan bangunanp-baangunan, baik rumah, sampai ke lebuh  (pintu gerbang), diletakkan ibawah serta  metetabuhan aarak berem. Karena pelaksanaan ini bersifat pralina (nyomia), makaa tetabuhannya memiliki ethika, dengan menyiratkan araknya dahulu kemudian baru beremnya (karena arak sebagai simbul biji mantra Ah  dan beremnya sebagai simbul biji mantra Ang). Dengan selesainya metetabuhan, selesai juga pelaksanaan dari upacara hari Sugian Jawa.

Pengertian Hari Suci Sugian Bali
            Keesokan harinya, tepat pada hari Jumat-Keliwon-Wuku Sungsang, dikenal dengan sebutan hari suci Sugian Bali.

Kenapa disebut Sugian Bali ?......
            Karena pada hari Suci Sugian Bali, adalah merupakan hari penyucian isi alam semesta ini, termasuk semua makhluk harus menyucikan diri. Karena makhluk tumbuh-tumbuhan dan binatang, tidak memiliki akal dan pikiran, maka manusialah sebagai wakil (mewakili) penyucian diri dari semuah makhluk didunia. Oleh karena itu, penulis mencoba memberi penjelasan mengenai makna yang terkandung didalam pelaksanaan upacara hari Suci Sungian Bali ini, melalui kosa kata dari kata “Bali”. Kata Bali mengalami perubahan bunyi, dari konsonan huruf “B” menjadi konsonan huruf “W”, yang dapat diberikan arti, “Sebagai Wali, atau Wakil”. Dengan dengan demikian, pelaksanaan hari Suci Sugian Bali, sesunggunya adalah hari penyucian Bhuawana alit/ pada diri sendiri, dan pada saat inilah sesunggunya umat Hindu semua melaksanakan penyucian diri dengan jalan melaksanakan tapa brata yoga samadhi, seta memohon tirtha “GOCARA”, kehadapan Hyang Siwa Guru di pemerajaan masing-masing.

            Didalam lontar “Sundharigama, lamp. 21”, menyebutkan antara lain :

               Sukra Keliwon Wuku Sungsang, Mengaran Sugi Bali, Pakenania Amerastitaning Raga Tawulan Riprewaken Tapa Brata Yoga Samadhi, Muang Anadaha Tirtha Gocara, Alukata Ring Sang Pandita Siwa Paksa Lan Budha Paksa, Maka Panelasing Letuh Ring Sarira.

Dari petunjuk sastra diatas, sudah jelas umat Hindu diberikan tuntunan agar, betul-betul mengerti tentang makna dan tujuan dari pelaksanaan upacara hari suci Sugian Bali.

Tata cara Pelaksanaannya :
Mengenai tatacara pelaksanaannya seperti bersembahyang biasa di pemerajan, dengan mempergunakan hanya banten soda saja munggah pada pelinggih-pelinggih.



No comments:

Post a Comment

Literasi Digital Versi Aplikasi Book Creator Hindu

            Literasi serasa sepi, karena kemampuan peserta didik dalam hobby membaca sebagai bagian dari literasi mulai menurun dari kurun w...