Catur
Purusa Artha merupakan salah satu ajaran mulia yang tidak hanya diucapkan
melalui mimbar - mimbar Hindu, kelas - kelas online maupun offline serta
webinar ataupun sarasehan, namun Catur Purusa Artha sudah ada sejak Umat Hindu
sadar bertindak untuk lebih bermanfaat secara universal. Catur Purusa Artha
adalah salah satu aplikasi ajaran proses pendewasaan umat hindu dalam mengelola
tindakan Dharmanya, Arthanya, Kamanya bahkan Moksanya secara Sekala mwang Niskala. Tatkala Kama mengalahkan Artha, tatkala Artha mengalahkan
Dharma saat itu krisis tindakan bermunculan. Ciri Kondisi ini muncul dari awal
masalah kondisi corona hingga Pandemi yang nyaris hilang namun lagi PPKM
Darurat, dampaknya justru pada masyarakat yang sudah kelimpungan memikirkan
Arta dan Kama hingga Dharma nyaris tak terlihat.
Kondisi
dan situasi Pandemi covid-19 sebagai alarm diri, untuk bisa memunculkan kembali
Catur Purusa Artha yang ada dalam tindakan (Karma), hanya dengan Karma kondisi
dan situasi Pandemi Covid-19 ini dapat diredam dengan selalu mengelola pikiran,
ucapan dan tindakan. Catur Purusa Artha sebagai salah satu media silang garis
vertical dan horizontal yang berpadu membentuk swastika. Swastika ini perlu
diaktifkan dengan Swastikarma atau Swastika Karma. Swastikarma ini berputar disetiap sudut putarannya terdapat Catur
Purusa Artha yaitu Dharma, Artha, Kama dan Moksa yang saling inheren dan yang
lain serta memancar dan mampu menerangi dikala kegelapan Covid-19 ini. Dharma sebagai pijakan maupun sandaran umat
mengadu dikala kondisi ekonomi yang mulai surut. Ketika Dharma ini muncul dan
didukung oleh Arta maka Kama akan mengikuti.
Dharma
sebagai pondasi dalam hidup dapat ditemukan dalam berbagai jenis sastra agama.
Dharma dijadikan alat untuk menolong diri kita untuk terbebas dari penderitaan “Dharma Raksitah Dharma Raksatah. Barang
siapapun yang memegang Dharma maka Dharma itulah yang akan mampu menolong
kehidupannya. Dharma juga dijelaskan sebagai pondasi untuk tiba pada swaga loka
secara sekala dan niskala. “Ikang Dharma
Ngaranya Hetuning Mara ring Swarga Ika”. Artinya Dharma dapat dijadikan
pondasi untuk tiba pada surge sekala mwang niskala. Presisi Artha terhadap
Dharma adalah dapatkanlah artha dengan pertimbangan Dharma bukan sebaliknya
mencari ambisi artha namun tidak memikirkan Dharma. Kama justru menjadi perlu
untuk mendorong mendaptakan Artha namun yang lebih penting adalah mendapatkan
Artha melalui Kama (Keinginan) untuk tiba pada Moksa yaitu Jiwamukti, Moksa
yang paling mendasar selama hidup.
Proses
Pendewasaan Diri dalam memaknai Catur Purusha Artha ini dimulai dari tindakan
kita. Sama layaknuya lingga yoni yang ada diluar diri kita akan dapat
dikalahkan hanya dengan satu lingga yang memancara dalam diri kita. “Sewu Tekang Swarna Lingga alah dening
Linggan Ta”, beribu adanya lingga diluar diri kita akan dikalahkan oleh
tindakan kita yang diparisudha terlebih dahulu. Maka mulailah dari diri sendiri
untuk lakukan yang terbaik mulai dari berpikir, berkata dan bertindak nyata
demi keharmonisan semesta.
No comments:
Post a Comment