Wednesday, February 23, 2022

Tunggal Ika dalam Campuhan Aguron – guron Dharma

 

Peradaban Aguron - guron Dharma menuntun manusia untuk sadar, kesadaran didapatkan untuk proses pendewasaan, proses transisi dari awal kesadaran  mencoba berubah dan berbenah adalah proses belajar. Kesadaran yang perlu ditanamkan kepada siswa di awal aguron – guron adalah niat belajar, niat ketika mengkritik orang lain, maka siswa tersebut belum belajar namun ketika telah mengkritik diri sendiri siswa tersebut mulai belajar. Sanatana Dharma marwah dari Hindu sebagai cermin bahwa Dharma mampu diregenerasi berubah sesuai dengan perkembangan zaman, mengadaptasi zaman yang terus berubah namun jiwa dari komponen Dharma tidak pernah berubah. Proses mengalirnya aguron – guron beragama hindu dari generasi ke generasi berikutnya merupakan Sentana Dharma yaitu sentana pertama belajar dilanjutkan sentana kedua dan seterusnya.

Pada setiap pembelajaran sentana dharma ini memiliki model pembelajaran yang berbeda – beda dalam setiap tahapannya. Pembelajaran awal dari aguron – guron dharma adalah pengendalian pikiran (manahcika parisudha) kemudian pengendalian perkataan (wacika parisudha) dan setelah itu tindakan (kayika parisudha) ketika ketiganya telah diparisudha dalam bentuk aksi/tindakannya maka terjadilah campuhan (perpaduan) antara manahcika wacika kayika menadi tunggal ika. Perbedaan cara berpikir, perbedaan cara mengetahui kerja pikiran, perbedaan cara pandang, perbedaan cara menganalogikan dan lain sebagainya akan dapat diatasi dengan mengetahui persamaan dari ego yang dikendalikan atau ego yang diturunkan. Ego atau sifat keAkuan ini jika tidak ada niat kesadaran dari siswa, guru dan setiap elemen atau ranah pendidikan hindu yang ada di Nusantara ini, menurunkan egonya sudah tidak ada niat, maka hal yang akan terjadi adalah kontestasi pemikiran, kompetisi pemikiran bukan kolaborasi pemikiran. Istilah lainnya besar kepala (isi teorinya banyak., isi pemikirannya banyak) namun pengendalian egonya belum diturunkan atau dialihkan sebagi alat motivasi diri.

Wacika Parisudha perlu juga campuhan (dipadukan) berusaha mengurangi perdebatan hanya sekedar sebuah kontestasi akademis atau kontestasi urat leher, atau kontestasi di media sosial mendapatkan like and dislike. Campuhan Wacika Parisudha bisa didapatkan apabila mampu untuk memahami perbedaan cara berpendapat, cara berargumentasi dan lain sebagainya. Pola pendidikan wacika parisudha ini dapat dipahami secara sederhana yaitu kodrat manusia diberikan satu mulut untuk mampu berbicara pada substansi berbicara dengan kenyataan berbicara sedikit namun memiliki makna yang berarti bagi yang mendengarkan. Inilah proses aguron – guron pendidikan agama hindu dari sisi wacika parisudha.

Kayika Parisudha adalah campuhan kolaborasi dari berbagai jenis karya siswa karya guru, karya dalam sebuah aguron – guron pendidikan agama hindu. Kayika sebagai sebuah kenyataan dari setiap pemikiran, perkataan namun yang terpenting terlihat dari sisi karyanya. Jadi karya yang akan berbicara sendiri terhadap kepribadian pemilik karya. Campuhan Tri Kaya Parisudha yaitu Manah, wacika dan Kayika menjadi akan stabil apabila mengalami Tunggal Ika. Segala perbedaan akan mengalami perpaduan/campuhan apabila Tunggal Ika. Swarnaning Gawe Metu Phalanya, Manahcika Wacika Kayika Menadi Tunggal Ika. Berbagai jenis pekerjaan akan menuai hasil apabila pikiran, perkatan dan tindakan stabil dalam kesatuan.

No comments:

Post a Comment

Literasi Digital Versi Aplikasi Book Creator Hindu

            Literasi serasa sepi, karena kemampuan peserta didik dalam hobby membaca sebagai bagian dari literasi mulai menurun dari kurun w...