Friday, April 3, 2020

Kancut Bali Bermakna Pecut Pendidikan Hindu Bali

Penulis : Candra Prawartana, M.Pd
Jenis Tulisan : Artikel

Kancut Bali

Bermakna Pecut Pendidikan Hindu Bali


 Budaya Bali sesuai dengan Pergub yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali, busana adat dilestarikan lewat penerapan legalitas dari pimpinan daerah Provinsi Bali. Pakaian Adat Bali diatur dalam Pergub nomor 79 tahun 2018 tentang busana adat Bali dan Pergub Nomor 80 tahun 2018 tentang aksara dan bahasa bali. Busana adat Bali bagi para truna Bali atau lelaki bali sering mempergunakan kamben dan isi dari kamben tersebut dibagian depannya menjulur ke bawah hingga ke ujung kamben diistilahkan Kancut. Kancut dari segi peradabaan budaya dan zaman ditinjau dari bentuknya di tahun 1998-nan ke atas hingga tahun 2000 kancut berbentuk tumpul diujungnya. Kemudian di tahun 2005 hingga tahun ini kancut kembali berbentuk lancip di ujungnya. 
Ketika para truna atau warga bali yang laki – laki menggunakan kancut ditinjau dengan pendekatan dari segi jarak kancut ke  pertiwi di tahun 1998-an sampai 2000 kancut diistilahkan “nyapu jagat”  artinya kancutnya sampai menyentuh pertiwi (tanah). Kancut yang menyentuh pertiwi ditinjau secara Teologis-paedagogic marupakan pemaknaan memuja keagungan Ibu Pertiwi (Dewi Pertiwi) sebagai Ibu dari alam semesta. Ditinjau dari Genalogis-religi, Kancut di Bali disimbolisasikan dan diyakini sebagai simbol Purusha (simbol jiwa) atau simbol linggga. Namun kancut sering diplesetkan pemaknaannya menjadi ngancut yang berarti takut, yakni takut dengan peradaban dan zaman yang kian semakin maju, semakin maju dan canggih ilmu pengetahuan, mengapa moralitas manusia semakin mengalami degradasi moral atau nuraninya belum bisa terasah?.
 Namun Value (nilai) dari istilah ngancut (takut) perlu dimaknai positif dalam proses pendidikan budhi pekerti yakni takut untuk berpikir negatif, takut berkata yang buruk, dan takut berbuat yang tidak benar. Khasanah yang mendasari ketakutan dalam bingkai yang positif ini adalah keyakinan terhadap adanya hokum karmaphala yaitu hukum sebab-akibat. Ngancut dalam kitab Serat Dharma Gandul diistilahkan secara perspektif antropologis bahwa masyarakat menggunakan kancut merupakan simbol kerendahan hati (be humble)  serta tidak berusaha untuk menyombongkan diri (pramada).
Kancut disimbolisasikan dengan bentuk segitiga dibawah kamben yang berarti adanya sistem pendidikan Tattwa, Susila dan Acara yang sering disebut dalam sistem pendidikan yaitu sistem Tripitama (Tiga Pilar Utama). Kancut Bali melambangkan adanya komunikasi yang harmonis antara sudut pandang guru (Acarya), orang tua, dan siswa. Transformasi pendidikan lewat “Kancut” Bali perlu layaknya dirubah menjadi “Pecut”. Pecut memiliki makna motivasi maupun keberanian. Pecut dijadikan alat untuk memacu diri dalam hal belajar di zaman industry 4.0 ini dan system pendidikan yang sudah mengarah ke digitalisasi dan android. Sistem digitalisasi dalam dunia pendidikan melalui pecut bali dan kancut bali perlu diseimbangkan. Pecut Bali sebagai motivasi atau keberanian dalam menerima perubahan zaman dalam dunia pendidikan. 
Serta kancut bali sebagai wadah untuk menakar kerendahan hati dan moralitas seseorang. Sekarang banyak oknum para pejabat, penguasa, maupun para cendikiawan yang berijazah tinggi S1, S2, S3 sampai Profesor dari gelar akademik memang cerdas bahkan jenius namun dari segi hati nurani mengalami degradasi moral. Mengapa hal ini bisa terjadi?, atau mereka yang berpendidikan tinggi terlalu kaku dan terpaku pada kekakuan pembenarnya. Bukan menjadi pernaungan namun penjahat kelas dingin. Pecut pendidikan yang bersifat kancut pemerhati pada nurani perlu ditilik hingga pada keakar – akarnya agar bisa menumbuhkan semangat dalam hal pembelajaran dan pendidikan dalam pendidikan yang bersifat informal, formal maupun nonformal. Sebagai dasar dari semuanya tersebut adalah Tri Pitama yaitu Tattwa, Susila dan Acara sebagaimana kancut berwujud segitiga.
Penggunaan busana adat dan kancut oleh masyarakat bali pada saat hari kamis dan setiap hari – hari peringatan nasional merupakan terobosan baru bagi pemerintah untuk melestarikan budaya yang telah diakui dunia. Kancut agar tidak punah perlu terus dilestarikan, jiwa pengecut atau ngancut perlu dihilangkan. Segitiga dalam kancut seperti hubungan yang tidak terpisahkan dari masyarakat bali yaitu Tri Hita Karana. Tri Hita Karana memiliki pengertian Tiga hubungan yang harmonis, antara manusia dengan Tuhan (Parhyangan), manusia dengan manusia (Pawongan) dan antara manusia dan lingkungan alam (Palemahan). Kancut secara surflus pariwisata bagi guide perlu disampaikan kepada para wisatawan agar para wisatawan mengerti dengan keadaan kancut di bali sebagai salah satu icon dalam menerapkan dan melestarikan cagar alam yang ada di Bali utamanya.

Jadi Solusi yang ditawarkan serta perlu dipertimbangakan untuk dipilah dan dipilih mengatasi hal tersebut diatas antara lain : (1) Lestarikan Kancut Bali sebagai warisan budaya bali dengan menerapkan Pergub yang telah menetapkannya., (2) Kancut Bali sebagai media simbolisasi Tri Pitama dan simbolisasi kerendahan hati (Be Humble)., (3) Selalu Kancut Bali dijadikan pecut untuk memotivasi diri kearah yang lebih baik., (4) Pendidikan merupakan kunci keberhasilan pecut Bali yang penuh dengan kancut perasaan yang mulia. (5) Sebagai Intrument untuk menambah wawasan mengenai adat dan budaya dalam bingkai pendidikan kancut Bali. (6)  Menjadi daya motivasi untuk mengembangkan pendidikan agama hindu dan keagamaan hindu dari jenjang SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi.

No comments:

Post a Comment

Literasi Digital Versi Aplikasi Book Creator Hindu

            Literasi serasa sepi, karena kemampuan peserta didik dalam hobby membaca sebagai bagian dari literasi mulai menurun dari kurun w...