Pengertian Hari Suci Sugian
Hari sucian sugian adalah merupakan
hari persiapan sebelum menyambut hari suci Galungan, dan hari suci sugian
memilki lagi tahapan-tahapan. Hari sugian mengandung makna penyucian, makna ini dapat disimak melalui kosa kata, “sugi”, yaitu: kata sugian berasal dari kata, “sugi”, dan “ya”. Kata
sugi dapat diartikan, “Gelang, bersih, Suci”. Sedangkan suku kata “ya”,
artinya, “ada, diadakan”, ( kamus jawa kuna-indonesia) mendapat akhiran “an”,
menjadilah bahasa bali kepara, dan menjadi kata sugian, yang artinya, “
Dibuat supaya suci atau disucikan”.
Hari
suci sugian memiliki tahapan sebagai berikut:
Pengertian
Hari Suci Sugian Tenten
Hari suci sugian tenten jatuh
hari “ Rabu-Pon Waktu Sunggang”, dan
kata tenten dimaksudkan adalah “Enten”, (ngentenin, Bhs.Bali), atau
mengingatkan kepada Umat Hindu bahwa, hari suci Galungan akan segerah tiba, kewajiban apa yang harus
dipersiapan dan dilaksanakan oleh segenap Umat Hindu. Oleh karena itu pada hari
sugian tenten tersebut, semua lapisan
masyarakat hindu melaksanakan
pembersihan secara komprehensip seperti: Membersikan bangunan-bangunan suci,
peralatan Upacara,Wastra-wastra pelinggi, dan lain-lainnya.
Pengertian Hari Sugian Jawa
Keesokan harinya jauh pada
hari, Kamis-Wage-Waktu Sungsang,
disebut hari Sugian jawa. Mengenai makna yang terkandung di dalam pelaksanaan upacara Sugian jawa, dapat penulis ungkapkan sebagai berikut:
Kata
sugian berarti, Penyucian sedangkan kata jawa, berasal dari namanya
semula yaitu: “Jambu Dwipa”, (
pustaka usan jawa) yang mengandung arti” alam semesta”.
Dengan
demikian, pada hari Suci Sugian jawa,
segenap umat Hindu melaksanakan upacara
penyucian terhadap alam semesta,
tetapi untuk dibali mempergunakan simbol alam semesta adalah
lingkungan pemerajan, maka pada
hari Sugian jawa umat Hindu melaksanakan
upacara, “mererebu”. Didalam “ lontar
Sundharigama, Lamp. 17”,
Mengungkapkan sebagai berikut:
“Ring Rahina Weraspati Wage Wukunia Sungsang,
Ngaran Sugi Jawa, Kajari Loke Meharan
Jambu Dwipa Ngaran, Bhuwana, Wenang Amelaku Pretista, Yate Pretistan Bethara
Kabeh, Areredoni Ring Sanggar Muang Parihyangan, Meharan Parerebuan, kaduluri Pangeresikan
Bethara, Saha Puspa Wangi, Kunang Wang Weruhing Tattwa
Jnana, Apasang Yoga, Sang Wiku Angagem
Puja, Pan Bethara Tumurun Maring Madiapada, Amuktya Banten, Anerus Tekeng
Galungan, Pakertining Wang, Sesayut Muang Tutuan, Marupa Sudhamalung, Sawung Petak, Beliwis Petak, Silih Sinunggal Wenang, Pangarcana
Suka-Sukan Arania”.
Dari
isi petikan lontar Sundharigama tersebut, sudah jelas telah
memberikan tuntunan serta pengertian
tentang upacara hari Suci Sugian Jawa kepada umat Hindu. Tetapi dilaksanakan
umat Hindu di masyarakat luas, sering menjadi pertanyaan, karena masih
berpengaruhnya sistem gugontuwon bahwa,
bagi yang berasal dari bali mula, melaksanakan upacaranya pada hari sugian
Bali, sedangkan yang tadinya berasal dari Jawa ( Majapahit) melaksanakan upacara pada hari Sugian Jawa.
Demikian juga mengenai pelengkap
daging dalam upakara Sugian, diantara umat Hindu ada yang berpikiran bahwa, pada hari ppererebuan harus
menghaturkan tiga macam guling yaitu, guling babi, guling itik putih, dan
guling ayam putih. Sesunggunya menurut petunjuk sastra Agama tidak demikian adanya, tetapi sebenarnya
pelaksanaan upacara pererebuan terswebut
dilaksanakan pada hari suci sugian Jawa karena, pada hari itu merupakan hari penyucian Bhuwana Agung, tidak di bolekan oleh Sastra
Agama melaksanakan upacara merebu pada hari Sugian Bali. Karena maksud dari
kata “merebu”, adalah “Ngeseng, ( membakar), atau “nyomia”
(melebur), sedangkan kalau melaksanakan
pererebuan pada hari Sugian Bali, dikatakan “Angerebu
Dewek”, (membakar diri). Demikian juga mengenai aturan guling, didalam sastra Agama tidak ada
kecap sastra “harus” namun yang dikatakan adalah semampunya ( suku sukan
harania), karena guling tersebut adalah
merupakan simbul dari kekuatan “Tri
Guna”, yaitu Sattwam Rajas, dan Tamas” , demikian juga memiliki
makna sebagai bahasa isyarat
kehadapan dang hyang widhi, bahwa guling babi sebagai simbul kekuatan Tamas, bermakna untuk memohon kemandian,
guling itik sebagai simbul kekuatan Sattwam,
bermakna untuk memohon kedharman,
kesucian, sedangkan guling ayam
sebagai simbul kekuatan Rajah, bermakna untuk memohon kesidhian
kehadapan sang hyang widhi.
Oleh
karena itu, penulis mengharapkan agar
jangan hal itu dipertentangkan, dalam arti salah satu guling apa saja boleh dihaturkan menurut kemampuan masing-masing umat, namun
pada pelaksanaanya harus didasarkan oleh ketulus iklasan hati sanubari.
Tata Cara
Pelaksanaanya:
Upakaranya
( dalam kwantitas utama)
·
Munggah di Kemulan
-
Pejati lengkap asoroh
-
Banten suci alit asoroh
-
Banten danan,
penyeneng, pesucian.
·
Upakara Ayaban
-
Banten ayaban tumpeng 21 bungkul
-
Rayunan meulam guling babi
-
Rayuna meulam guling itik putih
-
Rayuna meulam guling
ayam putih
-
Prayascita, bayekawonan
·
Upakara Pengerebuan
-
Peras tulung
sayut dengan nasi untek 5
bungkul di alas dengan sebuah ceper, lengkap dengan
raka-raka, porosan, mempergunakan sampian pusung, diatas tetandingan tadi di tumpuk dengan olahan ayam brumbun
rateng (mateng) lengkap
tetandingan ulam ini di isi sebuah canang sari, kemudian diikat menjadi
satu ( pesel dadiang besik). Mengenai
banyaknya membuat tergantung dari banyaknya bangunan suci dan bangunan rumah, sampai kepintu gerbang.
Upakara
dalam Kwantitas Madya
-
Pejati asoroh
-
Suci alit asoroh
-
Canang pesucian
·
Upakara
Ayabannya
-
Banten ayaban
tumpeng 7 bungkul
-
Rayunan meulam guling
itik putih
-
Rayunan meulam guling
ayam putih
·
Upakara pengerebunannya sama seperti
diatas.
·
Banten prayascita
banyekawonan
Upakara
dalam Kwantitas kanista.
·
Munggah
di Kemulan
-
Pejati lengkap
asoroh, penyeneng
-
Canang pesucian
·
Upakara
ayabannya
-
Banten ayaban tumpeng 5
bungkul
-
Rayunan meulam guling itik putih atau ulam guling ayam
putih.
-
Banten prayacista, bayekkawonan
·
Upacara pengerebuan
-
Banten pengerebuannya sama seperti diatas.
Tata Cara
Pelaksanaannya
Mengenai tata
cara pelaksanaanya sama seperti
pelaksanaan hari Suci yang lain
hanya Dewa yang diastawa
saja yang berbeda. Pada
pelaksanaan upacara ini yang
diastawa adalah sebagai berikut:
-
Pengastawa kehadapan
Sang Hyang Siwa Raditya
-
Pengastawa Kehadapan Hyang guru
-
Pengastawa kehadapan
sang Hyang Tri murti
Sesonteng :
Nastuti pukulun Bethara sang Hyang Siwa
Raditya, Sang Hyang Wulanl Lintang Tranggana, mekadi Sang Hyang Trio Dasa
Saksi, Bethara Hyang Guru, Mua Bethara Sang Hyang Tri Purusa, Saksinin
pangubhaktin pinakemulun, anga turaken tada saji pawitra saprekaranin daksina,
aruntutana saji pererebuan, asung kerta anungeraha paduka bethara, menugeraha
tirtha pengnglukatan pebersihan, amelukat sarwa mala papa petaka. Sebel kandel
maring bhuwana muah parihyangan kabeh metemahan sudha nirmala yenamah suaha.
Ong Sriyambawantu, Purnam Bhawantu, Sukham a bhawantu, Ong Hrang Hring Syah Parama Siwa Ditya yenama suaha.
Setelah selesai mengucapkan mantra
pengastawa, selanjutnya menghaturkan kesucian, dengan memercikan tirtha
bayekawonan, tirtha prayasita dan ayabayan penyeneng kepelinggi kemulan,
setelah itu ketempat bangunan suci lainya, kebangunan rumah, dan kepintu
gerbang (lebuh).
Setelah pelaksanaan penyucian selesai,
dilanjutkan dengan menghaturkan ayaban, dengan mengucapkan mantra yang sama
seperti didepan.
Kemudian sang pengantep, menghaturkan upakara
pererebuana dengan mengucapkan mantra sebagai berikut.
Mang, Ung, Ang, Wem Ong,
Padma Sana Yenamah Sa, Ba, Ta, A, I,
Sarwa Bhuta YenamahSwadha Ndah T Kita sang Bhuta bucari, Sang Kala bucari, Muah
Sang Durga Bhucari, Mari Sira Mona, Ajakan Kala Wadwan Sira Kabeh, ingsun Paweh
Sira Tadah Saji sanggraha, sega Untek, Maiwak Ayam Brumbun Ingolah Rikan Cana,
Iki Tadah Sajinira, Sama Suka Sama Lolia Sira Pilih Kabelanira Suang-suang, Wus
Sira Anadah Saji Ingsung Aminta Kesidhin Ta, Aja Sira kari Angadakaken
Drewala-drewali, Lara Loga Kegeringan, Sebel Kandel Ring Bhuwana Agung Muah
Bhuawana Alit, Angadakaken Sira Urip Waras Dirga Yusa Jagate, NgerarisSira
Amukti Sari, Sumurup Sira Menadi Dewa-Dewi, Pemantuk Sira Ring Dangkahyangan
Suang-suang, Pasang Sarga Sira Ring Bethara Siwa, Ong Ing Namah.
Setelah itu dilanjutkan mengucapkan mantra pabuktyan
bhuta yaitu:
Ong,
Bhuktyantu Durga katara Bhuktiantu Kala Mewaca Bhukyantu Sarwa Bhutanam Ang,
Ah, Amertha Bhuta Yenamah Swada. Ang, Ung, Mang, Siwa Mertha yenamah Swaha.
Sesudah selesai mengucapkan mantra pabuktyannya
dilanjutkan dengan mengucapkan mantra penyomia, atau pemerelina bhuta, yaitu:
A,
Ta, Sa, Ba, I, sarwa Bhuta, Kala Durga Murswah Wesat, Ah......Ang.
Sesudah itu melaksanakan bersembahyangan, dilanjutkan
metirha dan memakai biji. ( sebelumnya memercikkan tirtha bayekawonan dan
prayascita pada diri sendiri).
Setelah semuah kegiatan nganteb selesai, maka dilanjutkan
dengan meletakkan banten pererebuan tadih dihadapan bangunanp-baangunan, baik
rumah, sampai ke lebuh (pintu gerbang),
diletakkan ibawah serta metetabuhan
aarak berem. Karena pelaksanaan ini bersifat pralina (nyomia), makaa
tetabuhannya memiliki ethika, dengan menyiratkan araknya dahulu kemudian baru
beremnya (karena arak sebagai simbul biji mantra Ah dan beremnya sebagai simbul biji mantra Ang).
Dengan selesainya metetabuhan, selesai juga pelaksanaan dari upacara hari
Sugian Jawa.
Pengertian
Hari Suci Sugian Bali
Keesokan harinya, tepat pada hari Jumat-Keliwon-Wuku Sungsang, dikenal dengan sebutan hari suci
Sugian Bali.
Kenapa
disebut Sugian Bali ?......
Karena pada hari Suci
Sugian Bali, adalah merupakan hari penyucian isi alam semesta ini, termasuk
semua makhluk harus menyucikan diri. Karena makhluk tumbuh-tumbuhan dan
binatang, tidak memiliki akal dan pikiran, maka manusialah sebagai wakil
(mewakili) penyucian diri dari semuah makhluk didunia. Oleh karena itu, penulis
mencoba memberi penjelasan mengenai makna yang terkandung didalam pelaksanaan
upacara hari Suci Sungian Bali ini, melalui kosa kata dari kata “Bali”.
Kata Bali mengalami perubahan bunyi, dari konsonan huruf “B” menjadi konsonan
huruf “W”, yang dapat diberikan arti,
“Sebagai Wali, atau Wakil”.
Dengan dengan demikian, pelaksanaan hari Suci Sugian Bali, sesunggunya adalah
hari penyucian Bhuawana alit/ pada diri sendiri, dan pada saat inilah sesunggunya
umat Hindu semua melaksanakan penyucian diri dengan jalan melaksanakan tapa
brata yoga samadhi, seta memohon tirtha “GOCARA”,
kehadapan Hyang Siwa Guru di pemerajaan masing-masing.
Didalam lontar “Sundharigama, lamp. 21”,
menyebutkan antara lain :
Sukra Keliwon
Wuku Sungsang, Mengaran Sugi Bali, Pakenania Amerastitaning Raga Tawulan
Riprewaken Tapa Brata Yoga Samadhi, Muang Anadaha Tirtha Gocara, Alukata Ring
Sang Pandita Siwa Paksa Lan Budha Paksa, Maka Panelasing Letuh Ring Sarira.
Dari petunjuk sastra
diatas, sudah jelas umat Hindu diberikan tuntunan agar, betul-betul mengerti
tentang makna dan tujuan dari pelaksanaan upacara hari suci Sugian Bali.
Tata
cara Pelaksanaannya :
Mengenai tatacara
pelaksanaannya seperti bersembahyang biasa di pemerajan, dengan mempergunakan
hanya banten soda saja munggah pada pelinggih-pelinggih.
No comments:
Post a Comment